Seorang sumber dalam industri telekomunikasi mengatakan Telkomsel dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) berencana menghalangi revisi regulasi yang mengatur tentang biaya interkoneksi dan berbagi jaringan aktif (network sharing).
Regulasi yang dimaksud adalah PP No 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan PP No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan rencana Peraturan Menteri Komunikasi.
Sang sumber yang tidak bersedia disebut namanya itu, kepadaKompas.com, mengatakan, "Peraturan itu dilobi habis-habisan supaya tidak ditandatangani."
Interkoneksi dan network sharing adalah dua topik yang sedang hangat diperdebatkan di industri seluler Tanah Air.
Seperti yang ramai diberitakan, operator-operator seluler, seperti Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison Three (3), dan Smartfren Telecom menginginkan agar biaya interkoneksi itu turun lebih dari 10 persen, bahkan hingga 40 persen agar bisa menyediakan tarif menelepon lintas operator yang lebih murah pada pelanggan masing-masing.
Sementara, Telkomsel bersikukuh agar penyesuaian biaya interkoneksi ini tidak turun terlalu jauh dari nilainya sekarang agar lebih “adil dan menguntungkan semua pihak”, terutama bagi yang telah berinvestasi membangun infrastruktur jaringan.
Biaya interkoneksi adalah ongkos yang dikeluarkan suatu operator seluler ke operator seluler lain (off net) yang menjadi tujuan panggilan pengguna. Dasar perhitungannya mengacu pada UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan PP No.52/2000 mengenai Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Network sharing
Untuk diketahui, Indosat dan XL pada awal 2016 telah menjalin kerja sama berbagi jaringan 4G LTE melalui MORAN (Multi Operator Radio Access Network) sehingga kedua operator bisa menggunakan jaringan LTE yang sama di sejumlah kota.
Tapi tidak demikian halnya dengan Telkomsel yang menyatakan tak mau menerapkan infrastructure sharing.
“Kami mengeksplorasi bagaimana caranya menurunkan ongkos untuk jaringan. Makanya ada deal dengan XL soal net co (infrastructure sharing),” ujar CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli. “Tapi soalsharing ini pun mereka (Telkomsel) protes, jadi kita nggak diberikan ruang gerak sama sekali.”
Telkomsel dalam hal ini memiliki posisi kuat karena telah membangun jaringan luas ke berbagai wilayah dengan sokongan perusahaan induknya, Telkom. Di seluruh Indonesia, Telkomsel memiliki sekitar 116.000 BTS.
Menurut Alex, Telkom selaku pemilik backbone tidak adil dalam memberikan layanan sewa jaringan di luar pulau Jawa karena lebih memprioritaskan Telkomsel dan menghalang-halangi operator seluler lain dalam memanfaatkan jaringan yang telah dibangun Telkom.
Dia mencontohkan daerah Maluku, di mana Telkomsel mengoperasikan 120 BTS 4G lewat jaringan fiber optic bawah laut Telkom yang dibangun dalam rangka proyek Indonesia Digital Network (SMPCS, Sulawesi Maluku Papua Cable System).
“Kami mau sewa, sudah tanya dua kali ke Telkom tapi tidak boleh. Tapi ke Telkomsel dia (Telkom) kasih. Katanya belum siap. Nah, belum siap bagaimana kalau 120 site (BTS) sudah jalan?” kata Alex lagi.
Alex mengatakan selama ini bisnis Indosat, XL, dan Three tidak bisa berkembang di luar Jawa karena dipersulit saat ingin mengunakan infrastruktur Telkom, sementara Telkomsel di sisi lain dipermudah layaknya anak emas.
Permasalahan yang dikeluhkan Indosat soal diskriminasi sewa jaringan Telkom ini seharusnya tidak ada lagi saat regulasi network sharingdisahkan pemerintah.
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengajukan permintaan Revisi PP No. 53/2000 tentang telekomunikasi agar network sharingmemiliki payung hukum yang kuat.
Sementara, perubahan pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) mengenai tarif dan interkoneksi masih diproses dan kabarnya baru akan rampung sekitar bulan Agustus mendatang.
Tanggapan Telkom dan Telkomsel
Saat dimintai tanggapan oleh Kompas.com, Kamis (23/6/2016), VP Corporate Communication Telkomsel Adita Irawati menampik tudingan bahwa pihaknya menghalang-halangi rencana revisi aturan untuk mewujudkan penyesuaian biaya interkoneksi dan network sharing.
“Telkomsel tidak berupaya melakukan intervensi terhadap regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Regulasi merupakan domain pemerintah dan Telkomsel sangat menghormati proses pembuatan regulasi dan kebijakan tersebut,” ujar Adita melalui keterangan tertulis.
Dari pihak Telkom, Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo juga menolak disebut berupaya menjegal revisi PP 53/2000 dan Permenkominfo di atas.
Sebaliknya, dia malah mendorong operator telekomunikasi lain agar ikut membangun jaringan ke seluruh Indonesia ketimbang hanya memanfaatkan infrastruktur Telkom dan Telkomsel lewat network sharing.
“Bukan menjegal, harus equal treatment dalam kondisi yang sama. Artinya jika sudah sama-sama memiliki jaringan yang sama-sama luas, barangkali akan lebih fair,” kata Arif ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
“Sejak awal kami berkomitmen membangun infrastruktur sampai ke pelosok Indonesia. Bukan hal uang mudah dan butuh resource yang sangat tinggi untuk hal tersebut,” pungkasnya.
Seperti yang ramai diberitakan, operator-operator seluler, seperti Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison Three (3), dan Smartfren Telecom menginginkan agar biaya interkoneksi itu turun lebih dari 10 persen, bahkan hingga 40 persen agar bisa menyediakan tarif menelepon lintas operator yang lebih murah pada pelanggan masing-masing.
Sementara, Telkomsel bersikukuh agar penyesuaian biaya interkoneksi ini tidak turun terlalu jauh dari nilainya sekarang agar lebih “adil dan menguntungkan semua pihak”, terutama bagi yang telah berinvestasi membangun infrastruktur jaringan.
Biaya interkoneksi adalah ongkos yang dikeluarkan suatu operator seluler ke operator seluler lain (off net) yang menjadi tujuan panggilan pengguna. Dasar perhitungannya mengacu pada UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan PP No.52/2000 mengenai Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Network sharing
Untuk diketahui, Indosat dan XL pada awal 2016 telah menjalin kerja sama berbagi jaringan 4G LTE melalui MORAN (Multi Operator Radio Access Network) sehingga kedua operator bisa menggunakan jaringan LTE yang sama di sejumlah kota.
Tapi tidak demikian halnya dengan Telkomsel yang menyatakan tak mau menerapkan infrastructure sharing.
“Kami mengeksplorasi bagaimana caranya menurunkan ongkos untuk jaringan. Makanya ada deal dengan XL soal net co (infrastructure sharing),” ujar CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli. “Tapi soalsharing ini pun mereka (Telkomsel) protes, jadi kita nggak diberikan ruang gerak sama sekali.”
Telkomsel dalam hal ini memiliki posisi kuat karena telah membangun jaringan luas ke berbagai wilayah dengan sokongan perusahaan induknya, Telkom. Di seluruh Indonesia, Telkomsel memiliki sekitar 116.000 BTS.
Menurut Alex, Telkom selaku pemilik backbone tidak adil dalam memberikan layanan sewa jaringan di luar pulau Jawa karena lebih memprioritaskan Telkomsel dan menghalang-halangi operator seluler lain dalam memanfaatkan jaringan yang telah dibangun Telkom.
Dia mencontohkan daerah Maluku, di mana Telkomsel mengoperasikan 120 BTS 4G lewat jaringan fiber optic bawah laut Telkom yang dibangun dalam rangka proyek Indonesia Digital Network (SMPCS, Sulawesi Maluku Papua Cable System).
“Kami mau sewa, sudah tanya dua kali ke Telkom tapi tidak boleh. Tapi ke Telkomsel dia (Telkom) kasih. Katanya belum siap. Nah, belum siap bagaimana kalau 120 site (BTS) sudah jalan?” kata Alex lagi.
Alex mengatakan selama ini bisnis Indosat, XL, dan Three tidak bisa berkembang di luar Jawa karena dipersulit saat ingin mengunakan infrastruktur Telkom, sementara Telkomsel di sisi lain dipermudah layaknya anak emas.
Permasalahan yang dikeluhkan Indosat soal diskriminasi sewa jaringan Telkom ini seharusnya tidak ada lagi saat regulasi network sharingdisahkan pemerintah.
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengajukan permintaan Revisi PP No. 53/2000 tentang telekomunikasi agar network sharingmemiliki payung hukum yang kuat.
Sementara, perubahan pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) mengenai tarif dan interkoneksi masih diproses dan kabarnya baru akan rampung sekitar bulan Agustus mendatang.
Tanggapan Telkom dan Telkomsel
Saat dimintai tanggapan oleh Kompas.com, Kamis (23/6/2016), VP Corporate Communication Telkomsel Adita Irawati menampik tudingan bahwa pihaknya menghalang-halangi rencana revisi aturan untuk mewujudkan penyesuaian biaya interkoneksi dan network sharing.
“Telkomsel tidak berupaya melakukan intervensi terhadap regulasi atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Regulasi merupakan domain pemerintah dan Telkomsel sangat menghormati proses pembuatan regulasi dan kebijakan tersebut,” ujar Adita melalui keterangan tertulis.
Dari pihak Telkom, Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo juga menolak disebut berupaya menjegal revisi PP 53/2000 dan Permenkominfo di atas.
Sebaliknya, dia malah mendorong operator telekomunikasi lain agar ikut membangun jaringan ke seluruh Indonesia ketimbang hanya memanfaatkan infrastruktur Telkom dan Telkomsel lewat network sharing.
“Bukan menjegal, harus equal treatment dalam kondisi yang sama. Artinya jika sudah sama-sama memiliki jaringan yang sama-sama luas, barangkali akan lebih fair,” kata Arif ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
“Sejak awal kami berkomitmen membangun infrastruktur sampai ke pelosok Indonesia. Bukan hal uang mudah dan butuh resource yang sangat tinggi untuk hal tersebut,” pungkasnya.
source : kompas